Sorottajam.com - Gedung DPR/MPR RI yang berdiri megah di kawasan Senayan, Jakarta, ternyata memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Bangunan dengan atap hijau berbentuk khas ini awalnya tidak dirancang sebagai kantor parlemen, melainkan sebagai tempat pertemuan internasional.
Pembangunan gedung dimulai pada tahun 1965 atas gagasan Presiden Soekarno. Saat itu, ia menggagas forum internasional bernama Conference of the New Emerging Forces (CONEFO) sebagai tandingan PBB, yang anggotanya terdiri dari negara-negara baru merdeka dan berkembang. Untuk itu, dibangunlah gedung pertemuan megah di Senayan.
Namun, akibat perubahan politik setelah peristiwa 1965 dan bubarnya CONEFO, bangunan yang sudah hampir rampung kemudian dialihfungsikan. Sejak 1966, gedung tersebut resmi digunakan sebagai kantor DPR dan MPR RI hingga saat ini.
Sosok di balik rancangan gedung ini adalah Ir. Friedrich Silaban, arsitek nasional terkenal yang juga merancang Monumen Nasional (Monas) dan Masjid Istiqlal. Ciri khas karyanya terlihat pada atap berbentuk parabola hijau di Gedung Nusantara, yang kerap disebut berbentuk “kura-kura”. Desain ini melambangkan kebersamaan dan perlindungan.
Seiring waktu, kawasan parlemen di Senayan berkembang menjadi kompleks besar. Selain Gedung Nusantara (ruang sidang utama), terdapat pula Gedung Nusantara I, II, III, IV, dan V yang difungsikan sebagai kantor fraksi, komisi, hingga ruang rapat dan konferensi.
Gedung DPR/MPR RI bukan hanya simbol politik nasional, tetapi juga saksi sejarah perjalanan bangsa. Dari rencana besar Soekarno untuk menyaingi PBB, hingga akhirnya menjadi pusat demokrasi Indonesia, gedung ini tetap berdiri kokoh dengan arsitektur khas karya Ir. Friedrich Silaban.