Sorottajam.com - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyoroti fenomena meningkatnya jumlah selebritas yang berhasil melenggang ke Senayan.
Menurutnya, sistem pemilu yang berlaku saat ini justru membuka jalan lebar bagi artis atau figur populer untuk duduk di parlemen, sementara politisi yang memiliki kapasitas dan pengalaman kerap terpinggirkan.
“Realitasnya sekarang, banyak kursi DPR diisi para selebritas dan artis. Di sisi lain, orang-orang yang sebenarnya punya kemampuan politik tidak bisa tampil ke permukaan. Kritik publik terhadap kualitas anggota DPR juga tidak bisa diabaikan, dan pemerintah menyadari hal itu,” ujar Yusril kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Yusril menekankan, Presiden Prabowo Subianto sejak awal kepemimpinannya sudah menaruh perhatian besar pada agenda reformasi politik. Salah satu langkah yang dipandang perlu adalah meninjau ulang desain sistem pemilu. Ia menilai aturan seperti parliamentary threshold sebaiknya dihapus, agar peluang politik lebih terbuka bagi semua kalangan, bukan hanya untuk mereka yang memiliki popularitas atau modal besar.
“Pemilu mendatang harus dirancang sedemikian rupa sehingga memberi ruang kepada orang-orang kompeten, bukan sekadar mereka yang terkenal atau memiliki uang. Sistem politik kita jangan sampai hanya dikuasai kalangan tertentu. Politik seharusnya menjadi medan bagi mereka yang punya gagasan, integritas, dan rekam jejak yang jelas,” tegas Yusril.
Fenomena masuknya figur publik, terutama artis, ke parlemen bukan hanya terjadi di Indonesia. Negara-negara berkembang lain seperti Filipina dan India juga mengalami hal serupa. Popularitas dianggap menjadi modal utama untuk menarik suara rakyat. Namun, kondisi berbeda terjadi di negara-negara yang menerapkan sistem meritokrasi, seperti Singapura dan China.
“Di Singapura maupun di China, sejak awal berdirinya negara, tidak ada pejabat tinggi dari kalangan artis. Mereka yang menduduki posisi publik lahir dari proses panjang, melalui pendidikan, pengalaman birokrasi, dan kinerja nyata. Ini berbeda dengan di negara kita, di mana popularitas sering kali lebih menentukan,” tutur Yusril.
Menurutnya, jika Indonesia ingin meningkatkan kualitas demokrasi, maka perubahan mendasar dalam sistem politik menjadi hal yang tidak bisa ditunda. Pemerintah, lanjut Yusril, kini tengah mempersiapkan kerangka pembahasan mengenai reformasi politik yang akan diajukan ke DPR.
“Presiden menaruh perhatian serius soal ini. Kita tidak ingin demokrasi hanya menjadi ajang kontestasi popularitas, melainkan benar-benar melahirkan pemimpin rakyat yang kapabel,” pungkasnya.