Sorottajam.com - Jakarta Futures Forum (JFF) 2025 menjadi saksi kuatnya sinergi antara India dan Indonesia dalam mendorong pembangunan Digital Public Infrastructure (DPI) yang inklusif dan berkeadilan di negara-negara Global South.
Dalam sesi diskusi panel bertajuk “The DPI Dividend: Innovation for the Global South” yang digelar di Hotel JW Marriott Jakarta, para pemimpin digital dari berbagai negara berkumpul untuk membahas peran vital DPI dalam transformasi digital kawasan.
CEO dan Managing Director Open Network for Digital Commerce (ONDC) India, T. Koshy, menjadi salah satu pembicara utama yang menekankan bahwa DPI bukan semata produk teknologi, tetapi merupakan infrastruktur sipil yang harus dirancang demi pemerataan akses digital.
“Kita tidak sedang membangun sekadar sistem teknologi. Kita sedang membangun jalan raya digital—publik, terbuka, dan milik bersama,” tegas Koshy.
Mengambil contoh dari pengalaman India dalam membangun sistem seperti Aadhaar, UPI, dan ONDC, Koshy menyebutkan bahwa negara dapat berperan sebagai katalis inovasi tanpa harus menguasai ekosistem. Menurutnya, pembangunan DPI harus berpihak pada masyarakat, bukan semata pada kepentingan pasar.
“Jika kita ingin menyelesaikan ketimpangan, kita harus memulainya dari desain sistem digital kita sendiri. Kita perlu membangun bukan untuk pasar, tapi untuk rakyat,” ungkapnya.
Meski model India dijadikan referensi, Koshy menekankan bahwa tiap negara memiliki konteks yang berbeda. Namun prinsip dasar DPI—terbuka, netral, dan inklusif—harus menjadi pijakan bersama.
Dukungan datang dari Indonesia melalui Vikram Sinha, Presiden Direktur dan CEO Indosat Ooredoo Hutchison. Ia menyuarakan pentingnya pemerataan akses digital di seluruh pelosok Indonesia.
“Digitalisasi tidak boleh berhenti di kota besar. Kita harus pastikan DPI menjangkau hingga desa-desa dan komunitas paling terpencil,” ujar Vikram.
Sementara itu, Mallory Knodel, Direktur Eksekutif Social Web Foundation dari Amerika Serikat, mengingatkan bahwa tata kelola DPI tidak boleh mengabaikan prinsip transparansi dan perlindungan hak asasi manusia.
“DPI harus dibangun dengan nilai transparansi, akuntabilitas, dan perlindungan hak asasi. Kalau tidak, kita hanya menciptakan bentuk baru dari eksklusi,” jelasnya.
Diskusi ini menggarisbawahi peran strategis India dan Indonesia sebagai pemimpin transformasi digital di Global South. Kolaborasi dua negara ini dinilai mampu mendorong lahirnya ekosistem digital yang berdaulat, relevan, dan adil.
"Kita tidak sedang meniru Silicon Valley. Kita sedang membangun Jakarta Valley, New Delhi Valley—versi kita sendiri yang adil, terbuka, dan relevan,” kata Koshy.
JFF 2025 menjadi titik temu penting bagi negara-negara berkembang untuk merumuskan masa depan digital mereka sendiri, di luar narasi dominasi teknologi dari negara maju.
"Kalau kita ingin demokrasi yang kuat, kita butuh infrastruktur digital yang juga demokratis,” pungkas Koshy.